Dampak dari Pergaulan Bebas
OPINI | 08 February 2012 | 16:21 Dibaca: 4952 Komentar: 2 1 aktual
Tingginya kasus penyakit Human
Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS),
khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat
pergaulan bebas.Hampir diseluruh ota di Indonesia terdapat remaja yang
belum menikah sudah pernah melakukan hubungan seksual, mereka terjangkit
hilangnya kekebalan daya tubuh.
Demikian pula masalah remaja terhadap
penyalahgunaan narkoba semakin memprihatinkan.Berdasarkan data penderita
HIV/AIDS di Bali hingga Pebruari 2005 tercatat 623 orang, sebagian
besar menyerang usia produktif. Penderita tersebut terdiri atas usia
5-14 tahun satu orang, usia 15-19 tahun 21 orang, usia 20-29 tahun 352
orang, usia 30-39 tahun 185 orang, usia 40-49 tahun 52 orang dan 50
tahun ke atas satu orang.
semakin memprihatinkan penderita
HIV/AIDS memberikan gambaran bahwa, cukup banyak permasalahan kesehatan
reproduksi yang timbul diantara remaja. Oleh sebab itu mengembangan
model pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja melalui
pendidik (konselor) sebaya menjadi sangat penting.
“Pusat informasi dan konsultasi
kesehatan reproduksi remaja menjadi model pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan menumbuhkan kesadaran dan peranserta individu memberikan
solusi kepada teman sebaya yang mengalami masalah kesehatan reproduksi”.
Ada keinginan sekelompok masyarakat agar
aborsi dilegalkan, dengan dalih menjunjung tinggi nilai hak azasi
manusia. Ini terjadi karena tiap tahunnya peningkatan kasus aborsi di
Indonesia kian meningkat, terbukti dengan pemberitaan di media massa
atau TV setiap tayangan pasti ada terungkap kasus aborsi. Jika hal ini
di legalkan sebgaimana yang terjadi di negara-negara Barat akan
berakibat rusaknya tatanan agama, budaya dan adat bangsa. Berarti telah
hilang nilai-nilai moral serta norma yang telah lama mendarah daging
dalam masyarakat. Jika hal ini dilegal kan akan mendorong terhadap
pergaulan bebas yang lebih jauh dalam masyarakat.Orang tidak perlu
menikah untuk melakukan hubungan seks. Sedangkan pelepasan tanggung
jawab kehamilan bisa diatasi dengan aborsi.
Aborsi memiliki risiko penderitaan yang
berkepanjangan terhadap kesehatan maupun keselamatan hidup seorang
wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang yang melakukan aborsi
ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang “. Ini adalah
informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka
yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah
terjadi. Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko
kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis.
Dalam buku “Facts of Life” yang ditulis
oleh Brian Clowes, Phd; Risiko kesehatan dan keselamatan fisik yang akan
dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah
Melakukan aborsi adalah :
- Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
- Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
- Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
- Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
- Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
- Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).
- Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
- Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
- Kanker hati (Liver Cancer).
- Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy).
- Ineksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
- Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis).
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari
segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga
memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang
wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion
Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat
dalam ” Psychological Reactions Reported After Abortion ” di dalam
penerbitan The Post-Abortion Review.
Oleh sebab itu yang sangat penting
untuk diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian khusus dari orang tua
remaja tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan
benar. Dan memberikan kepada remaja tersebut penekanan yang cukup
berarti dengan cara meyampaikan; jika mau berhubungan seksual, mereka
harus siap menanggung segala risikonya yakni hamil dan penyakit kelamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar